Daftar Blog Saya

Sabtu, 22 Januari 2011

pengertian bank syariah dan macam-macamnya

BANK SYARI”AH
I. Pengertian Bank Syari'ah
Pengertian bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, dalam literature islam dikenal dengan istilah baitul mal atau baitul tamwil. Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syari'ah. Secara akademik istilah Islam dan syariah berbeda, namun secara teknis untuk penyebutan bank Islam dan Bank Syari'ah mempunyai pengertian yang sama.
Dalam RUU No 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari'ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip syari'ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari'ah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Bank Syari'ah berarti bank yang tata cara operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang mengacu kepada ketentuan alquran dan al hadist.







II. Tujuan Perbankan Syari'ah
Ada beberapa tujuan dari perbankan Islam. Diantara para ilmuwan dan para professional Muslim berbeda pendapat mengenai tujuan tersebut.
Menurut Handbook of Islamic Banking, perbankan Islam ialah menyediakan fasilitas keuangan dengan cara mengupayakan instrument-instrumen keuangan (Finansial Instrumen) yang sesuai denga ketentuan dan norma syari'ah.
Menurut Handbook of Islamic Banking, bank Islam berbeda dengan bank konvensional dilihat dari segi partisipasinya yang aktif dalam proses pengembangan sosial ekonomi negara-negara Islam yang dikemukakan dalam buku itu, perbankan Islam bukan ditujukan terutama untuk memaksimalkan keuntungannya sebagaimana halnya sistem perbankan yang berdsarkan bunga, melainkan untuk memberikan keuntungan sosial ekonomi bagi orang-orang muslim.
Dalam buku yang berjudul Toward a Just Monetary System, Muhammad Umar Kapra mengemukakan bahwa suatu dimensi kesejahteraan sosial dapat dikenal pada suatu pembiayaan bank. Pembiayaan bank Islam harus disediakan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Usaha yang sungguh-sungguh yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa pembiayaan yang dilakukan bank-bank Islam tidak akan meningkatkan konsentrasi kekayaan atau meningkatkan konsumsi meskipun sistem Islam telah memiliki pencegahan untuk menangani masalah ini. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh pengusaha sebanyak-banyaknya yang bergerak dibidang industri pertanian dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
Para banker Muslim beranggapan bahwa peranan bank Islam semata-mata komersial berdasarkan pada instrumen-instrumen keuangan yang bebas bunga dan ditunjukkan untuk mengjasilkan keuangan finansial. Dengan kata lain para banker muslim tidak beranggapan bahwa suatu bank Islam adalah suatu lembaga sosial, dalam suatu wawancara yang dilakukan oleh Kazarian, Dr Abdul Halim Ismail, manajer bank Islam Malaysia berhaj, mengemukakan, “sebagaimana bisnis muslim yang patuh, tujuan saya sebagai manajer dari bank tersebut (bank Malaysia Berhaj) adalah semata-mata mengupayakan setinggi mungkin keuntungan tanpa menggunakan instrumen-instrumen yang berdasarkan bunga.
III. Ciri Bank Syari'ah
Bank Syari'ah mempunyai ciri yang berbeda dengan bank konvensional. cirri-ciri ini bersifat Universal dan kualitatif, artinya Bank Syari'ah beroperasi dimana harus memenuhi ciri-ciri tersebut.
a. Beban biaya yang telah disepakati pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal yang besarnyan tidak kaku dan dapat ditawar dalam batas yang wajar.
b. Penggunaan prosentasi dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindarkan. Karena prosentase bersifat melekat pada sisa hutang meskipun utang bada batas waktu perjanjian telah berakhir.
c. Didalam kontrak pembiayaan proyek bank tidak menetapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti (Fiset Return) yang ditetapkan dimuka. Bank Syari'ah menerapkan system berdasarkan atas modal untuk jenis kontark al mudharabah dan al musyarakah dengan system bagi hasil (Profit and losery) yang tergantung pada besarnya keuntungan. Sedangkan penetapan keuntungan dimuka ditetapkan pada kontrak jual beli melalui pembiayaan pemilkikan barang (al murabahah dan al bai’u bithaman ajil, sewa guna usaha (al ijarah), serta kemungkinan rugi dari kontrak tersebut amat sedikit.
d. Pegarahan dana masyarakat dalam bentuk deposito atau tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadi’ah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai pernyataan dana pada proyek yang dibiayai oleh bank sesuai dengan prinsip-prinsip syari'ah hingga kepada penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti (fixed return). Bentuk yang lain yaitu giro dianggap sebagai titipan murni (al-wadiah) karena sewaktu-waktu dapat ditarik kembali dan dapat dikenai biaya penitipan.
e. Bank Syari'ah tidak menerapkan jual beli atau sewa-menyewa uang dari mata uang yang sama dan transaksinya itu dapat menghasilkan keuntungan. Jadi mata uang itu dalam memberikan pinjaman pada umumnya tidak dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk pembiayaan pengadaan barang selama pembiayaan, barang tersebut milik bank.
f. Adanya dewan syari'ah yang bertugas mengawasi bank dari sudut syari'ah.
g. Bank Syari'ah selalu menggunakan istilah-istilah dari bahasa arab dimana istilah tersebut tercantum dalam fiqih Islam
h. Adanya produk khusus yaitu pembiayaan tanpa beban murni yang bersifat social, dimana nasabah tidak berkewajiban untuk mengembalikan pembiayaan (al-qordul hasal)
i. Fungsi lembaga bank juga mempunyai fungsi amanah yang artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang telah dititipkan dan siap sewaktu-waktu apabila dana ditarik kembali sesuai dengan perjanjian.


Selain karakteristik diatas, Bank Syari'ah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Dalam Bank Syari'ah hubungan bank dengan nasabah adalah hubungan kontrak (akad) antara investor pemilik dana (shohibul maal) dengn investor pengelola dana (mudharib) bekerja sama untuk melakukan kerjasama untuk yang produktif dan sebagai keuntungan dibagi secara adil (mutual invesment relationship). Dengan demikian dapat terhindar hubungan eskploitatif antara bank dengan nasabah atau sebaliknya antara nasabah dengan bank.
b. Adanya larangan-larangan kegiatan usaha tertentu oleh Bank Syari'ah yang bertujuan untuk menciptakan kegiatan perekonomian yang produktif (larangan menumpuk harta benda (sumber daya alam) yang dikuasai sebagian kecil masyarakat dan tidak produktif, menciptakan perekonomian yang adil (konsep usaha bagi hasil dan bagi resiko) serta menjaga lingkungan dan menjunjung tinggi moral (larangan untuk proyek yang merusak lingkungan dan tidak sesuai dengan nilai moral seperti miniman keras, sarana judi dan lain-lain.
c. Kegiatan uasaha Bank Syari'ah lebih variatif disbanding bank konvensional, yaitu bagi hasil sistem jual beli, sistem sewa beli serta menyediakan jasa lain sepanjang tidak bertentangan dengan nilai dan prinsip-prinsip syari’ah.





Bank Syariah Dan Bank Konvensional, Serupa Tapi Tak Sama
Salah satu perangkat dalam ekonomi syariah adalah adanya perangkat bank syariah. Nah sebenarnya apa sih Bank syariah itu? Bagaimana cara kerja Bank Syariah itu? Apa bedanya Bank Syariah dengan Bank lain yang umum banyak berkembang di masyarakat (dalam banyak buku sering disebut dengan istilah bank konvensional) ? Nah disini akan dibahas sekilas satu per satu.
Pertama akan kita bahas tentang persamaannya, yakni ada persamaan dalam hal sisi teknis penerimaan uang, persamaan dalam hal mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan maupun dalam hal syarat-syarat umum untuk mendapat pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Dalam hal persamaan ini semua hal yang terjadi pada Bank Syariah itu sama persis dengan yang terjadi pada Bank Konvensional, nyaris tidak ada perbedaan.
Selanjutnya, mengenai perbedaannya, antara lain meliputi aspek akad dan legalitas, struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja.
Yang pertama tentang akad dan legalitas. Akad dan legalitas ini merupakan kunci utama yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional. “innamal a’malu bin niat”, sesungguhnya setiap amalan itu bergantung dari niatnya. Dan dalam hal ini bergantung dari aqadnya. Perbedaannya untuk aqad-aqad yang berlangsung pada bank syariah ini hanya aqad yang halal, seperti bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa. Tidak ada unsur riba’ dalam bank syariah ini.
Perbedaan selanjutnya yaitu dalam hal struktur organisasi bank. Dalam bank syariah ada keharusan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasinya. DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dengan dewan komisaris (nah.. tinggi banget khan posisinya, jadi gak cuman main-main..). DPS ini ditetapkan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setiap tahunnya.
Semenjak tahun 1997, seiring dengan pesatnya perkembangan bank syariah di Indonesia, dan demi menjaga agar para DPS di setiap bank benar-benar tetap konsisten pada garis-garis syariah, maka MUI membentuk sebuah lembaga otonom untuk lebih fokus pada ekonomi syariah dengan membentuk Dewan Syariah Nasional.
Selanjutnya, perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional adalah pada usaha yang dibiayai. Ada aturan bahwa usaha-usaha yang dibiayai oleh bank syariah ini hanya lah usaha yang halal. Sedangkan untuk usaha yang haram, seperti usaha asusila, usaha yang merusak masyarakat atau sejenisnya itu tidak akan dibiayai oleh bank syariah.
Kemudian perbedaan lainnya adalah pada lingkungan kerja bank syariah. Coba sekali-sekali pergi ke bank syariah, pasti ketika kita memasuki kantor bank tersebut ada nuansa tersendiri. Nuansa yang diciptakan untuk lebih bernuansa islami. Mulai dari cara berpakaian, beretika dan bertingkahlaku dari para karyawannya. Yang pasti jika masuk ke kantor bank syariah insya Allah benar-benar sejuk nuansanya.



Sudah dimaklumi bahwa bank konvensional ribawi berkembang bersama datangnya para kolonial. Kesamaan masa antara pendudukan kolonial dengan berdirinya bank-bank ini di masyarakat Islam membenarkan pendapat bahwa bank-bank tersebut dibangun dengan sengaja agar membantu penjajahan dengan menguasai perekonomiannya. Juga agar tertanam dihati masyarakat adanya ketidak sesuaian antara yang mereka yakini tentang pengharaman riba dengan realita yang mereka geluti yang tidak lepas dari riba. Demikian juga dibangun untuk menancapkan benih-benih keraguan tentang benar dan cocoknya syari’at Islam di masa-masa kiwari ini.
Namun Allah Ta’ala telah menjamin kebenaran syari’at-Nya dan memudahkan orang untuk berfikir ulang bahaya riba yang telah menimpa umat manusia dewasa ini. Akhirnya banyak orang yang berfikir untuk membangun bank-bank yang dibangun diatas sistem syari’at Islam. Tentu saja tantangannya cukup berat karena harus meyakinkan masyarakat bahwa bank tersebut dapat menjadi solusi pengganti bank-bank ribawi. Karena itu perbankan syari’at harus mampu menunaikan hal-hal berikut ini:
1. Bank syari’at harus mampu menunaikan semua fungsi yang telah dilakukan bank-bank ribawi berupa pembiayaan (Financing), memperlancar dan mempermudah urusan muamalaat, menarik dana-dana tabungan masyarakat, kliring dan transfer, masalah moneter dan sejenisnya dari praktek-praktek perbankan lainnya.
2. Bank syari’at harus komitmen dengan hukum-hukum syari’at disertai kemampuan menunaikan tuntutan zaman dari sisi pengembangan ekonomi dalam semua aspeknya.
3. Bank syari’at harus komitmen dengan asas dan prinsip dasar ekonomi yang benar yang sesuai dengan ideologi dan kaedah syari’at Islam dan jangan sekedar menggunakan dasar-dasar teori ekonomi umum keuangan yang tentunya dibangun diatas dasar mu’amalah ribawiyah.
Tiga perkara ini harus ditunaikan bank syari’at agar dapat berjalan seiring perkembangan zaman dengan semua fenomena dan problema kontemporernya.


Karekteristik Bank Syari’at
Lembaga keuangan syari’at memiliki karekteristik yang membedakannya dari bank-bank ribawi, diantaranya adalah:
1. Lembaga keuangan syariat harus bersih dari semua bentuk riba dan mu’amalah yang dilarangan syari’at. Ini menjadi jorgan dan syiar utamanya. Tanpa ini satu lembaga keuangan tidak boleh dinamakan lembaga keuangan syari’at. DR. Ghorib al-Gamal menyatakan: “Karekteristik bersih dari riba dalam muamalat perbankan syari’at adalah karekteristik utamanya dan menjadikan keberadaannya seiring dengan tetanan yang benar untuk masyarakat Islami. (Lembaga keuangan syari’at) harus mewarnai seluruh aktifitasnya dengan ruh yang kokoh dan motivasi akidah yang menjadikan para praktisinya selalu merasa bahwa aktifitas yang mereka geluti tidak sekdar aktifitas bertujuan merealisasikan keuntungan semata, namun perlu ditambahkan bahwa itu adalah salah satu cara berjihad dalam mengemban beban risalah dan persiapan menyelamatkan umat dari praktek-praktek yang menyelisihi norma dasar Islam. Diatas itu semua para praktisi hendaknya merasa bahwa aktifitasnya tersebut adalah ibadah dan ketakwaan yang akan mendapatkan pahala dari Allah bersama balasan materi duniawi yang didapatkan.” (Lihat Kitab Al-Mashorif Wa Buyut at-Tamwiel al-Islamiyah, DR. Gharib al-Jamal hal 47)
2. Mengarahkan segala kemampuan pada pertambahan (at-Tanmiyah) dengan jalan its-titsmar (pengembangan modal) tidak dengan jalan hutang (al-Qardh) yang memberi keuntungan. Lembaga keuangan syari’at harus dapat mengelola hartanya dengan salah satu dari dua hal berikut yang telah diakui syari’at:
a. Investasi Pengembangan modal langsung (al-Its-titsmar al-Mubaasyir) dalam pengertian Bank melakukan sendiri pengelolaan harta perniagaan dalam proyek-proyek riil yang menguntungkan.
b. Investasi modal dengan musyarakah dalam pengertian Bank menanam saham dalam modal sector riil yang menjadikan bank syari’at tersebut sebagai syariek (sekutu) dalam kepemilikan proyek tersebut dan berperan dalam administrasi, menegemen dan pengawasannya serta menjadi syariek juga dalam semua yang dihasilkan proyek tersebut baik berupa keuntungan atau kerugian dalam prosentase yang telah disepakati diantara para syariek.
Karena bank syari’at dibangun diatas asas dan prinsip Islam, maka seluruh aktifitas mereka tunduk kepada standar halal dan haram yang telah ditentukan syari’at Islam. Hal ini menuntut lembaga keuangan berbuat beberapa hal berikut:
a. Mengarahkan pengembangan modalnya (investment) dan memusatkannya pada lingkaran produk barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan umum kaum muslimin.
b. Menjaga jangan sampai produknya terjerumus dalam lingkaran haram.
c. Menjaga setiap tahapan-tahapan produknya tetap berada dalam lingkaran halal.
d. Menjaga setiap sebab produknya (sistem operasi dan sejenisnya) bersesuaian dalam lingkaran halal.
e. Memutuskan dasar kebutuhan masyarakat dan maslahat umum sebelum melihat kepada profit yang akan didapat individunya.[Lihat Kitab Mi'at Su'al wa Mi'at Jawaab Haula al-Bunuk al-Islamiyah hal. 45-46]
f. Mengikat pengembangan ekonomi dengan pertumbuhan sosial. Lembaga keuangan syari’at tidak hanya sekedar mengikat pengembangan ekonomi dan pertumbuhan social semata, namun harus menganggap pertumbuhan sosial masyarakat sebagai asas yang tidaklah pengembangan ekonomi memberikan hasilnya tanpa memperhatikan hal ini. Dengan demikian bank syari’at harus menutupi dua sisi ini dan komitmen terhadap perbaikan masyarakat dan keadilannya. Tidak mengarah seperti bank ribawi yang mengarah kepada proyek-proyek yang memiliki prospek dan menjanjika keuntungan yang lebih banyaj tanpa memperhatikan perkara pertumbuhan sosial kemasyarakatan, karena hal itu adalah kekurangan yang memiliki akibat bahaya dalam masyarakat.
g. Mengumpulkan harta yang menganggur dan menyerahkannya kepada aktivitas its-titsmaar dan pengelolaan dengan target pembiayaan (tamwiel) proyek-proyek perdagangan, industri dan pertanian, karena kaum muslimin yang tidak ingin menyimpan hartanya di bank-bank ribawiberharap adanya bank syari’at untuk menyimpan harta mereka disana.
h. Memudahkan sarana pembayaran dan memperlancar gerakan pertukaran perdagangan langsung (Harakah at-Tabaadul at-Tijaari al-Mubasyir) sedunia Islam dan bekerja sama dalam bidang tersebut dengan seluruh lembaga keuangan syariat dunia agar dapat menunaikan tugasnya dengan sesempurna mungkin.
i. Menghidupkan tatanan zakat dengan membuat lembaga zakat dalam bank sendiri yang mengumpulkan hasil zakat bank tersebut. Lalu menegemen lembaga keuangan sendiri yang mengelola lembag zakat tersebut. Karena lembaga keuangan syari’at tunduk kepada pengelolaan harat untuk muamalat Islami dan hak-hak wajib pada harta-harta tersebut.
j. Membangun baitul mal kaum muslimin dan mendirikan lembaga untuk itu yang dikelola langsung manajemennya oleh lembaga keuangan tersebut.
k. Menanamkan kaedah adil dan kesamaan dalam keberuntungan dan kerugian dan menjauhkan unsur ihtikaar (penimbunan barang agar menaikkan harga) dan meratakan kemaslahatan pada sebanyak mungkin jumlah kaum muslimin setelah sebelumnya kemaslahatan tersebut hanya milik pemilik harta yang besar yang tidak peduli dari jalan mana medapatkannya
Demikianlah beberapa karekteristik lembaga keuangan syari’at yang diharapkan menjadi solusi pengganti bank-bank ribawi. Semoga harapan ini direalisasikan dalam bentuk nyata. Wabillahi at-Taufiq.
Hukum bunga bank menurut jumhur ulama adalah haram sebab, ia jelas-jelas merupakan riba. Dalilnya adalah QS. 2: 275. (Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba).
Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta perderan uang yang beroperasi disesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Produk dalam Bank Syariah, misalnya: giro, tabungan, deposito, inkaso, transfer, Lc, surat berharga, safe deposit box, pembiayaan proyek, pembiayaan modal kerja, sewa, dsb.
Perbedaan Bank Syariah dan bank konvensional
1. Dari segi falsafah, bank syariah tidak berdasarkan bunga, spekulasi, dan gharar (ketidakjelasan). Sementara, bank konvensional berdasarkan bunga.
2. Dari segi operasional, dana masyarakat dalam bank syariah berupa titipan dan investasi yang baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu. Sementara, pada bank konvensional dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo. Selain penyaluran bank syariak pada usaha yang halal dan menguntungkan. Sementara, penyaluran pada bank konvensional tidak mempertimbangkan unsur kehalalan.
3. Dari segi organisasi bank syariah memilih dewan pembina syariah. Sementara dalam bank konvensional, tidak.
Perbedaan bunga (dalam bank konvensional) dan bagi hasil (dalam bank syariah):
1. Penentuan bunga ditetapkan pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung. Sementara, besarnya rasio bagi hasil ditentukan pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
2. Besarnya prosentase berdasarkan jumlah uang/modal yang dipinjamkan. Sementara, rasio bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang diperoleh.
3. Pembayaran bunga tetap seperti dijanjikan tidak peduli apakah proyek yang dijalankan nasabah untung atau rugi. Sementara, dalam bagi hasil untung dan rugi ditanggung bersama.
4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat meskipun jumlah keuntungan berlipat/keadaan ekonomi sedang boming. Sementara jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
5. Eksistensi bunga diragukan atau bahkan dikecam oleh umat Islam. Sementara, tidak ada yang meragukan bagi hasil.
Bank Syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, missal dalam hal komisaris dan direksi, akan tetapi unsur yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi opersional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis hokum syariah
Dewan Pengawas Syariah biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dewan komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektifitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Kerena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh rapat umum pemegang saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari dewan syariah nasional. Bank Syariah
1. Melakukan investasi yang halal saja.
2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual-beli, atau sewa.
3. Profit dan falah orentet.
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan.
5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.
Bank Konvensional
1. Memakai prangkat bunga
2. Investasi yang halal dan haram
3. Profit oriented.
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitor/kreditor.
5. Tidak terdapat dewan sejenis.
Perbandingan Prinsip Antara Bank Konvensional Dan Bank Syari’ah Dalam Hal Pembiayaan Modal Kerja
Peran bank dalam kehidupan sehari-hari sangat penting. Bank berfungsi sebagai tempat menabung, meminjam uang sampai kepada pengguna jasa untuk mentransfer uang dari satu kota ke kota yang lainnya.
Dalam perkembangan saat ini di Indonesia banyak bermunculan bank Islam atau bank syari’ah, dengan ditetapkan UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan syari’ah menjelaskan pengakuan yang lebih tegas mengenai keberadaan perlunya lembaga keuangan yang berdasarkan prinsip syari’ah serta memberikan peluang yang besar dalam pengembangannya. Ketika membandingkan antara sistem pembiayaan bank konvensional dan bank syari’ah, dapat diketahui bahwa sistem pembiayaan bank syari’ah tidak terdapat perbedaan yang mencolok dengan sistem pembiayaan pada bank konvensional. Dan perbedaan yang sedikit itu justru menjadi esensial. Ini terlihat dari bagaimana dalam penetapan keuntungan yang berbeda dia ntara keduanya. Perbedaan itu dipicu oleh adanya konsep perjanjian/akad yang berbeda antara keduanya.
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah diskriptif evaluatif, yaitu peneliti berusaha menjelaskan tentang keadaan yang sebenarnya di BRI konvensional maupun BRI syari’ah, khususnya pada pembiayaan modal kerja. Sumber data meliputi data primer yang penulis peroleh dari pihak bersangkutan serta data sekunder dengan mempelajari bahan kepustakaan yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini. Metode pengumpulan data dengan teknik wawancara dan dokumentasi yaitu melihat data serta naskah. Metode analisis yang digunakan dengan pola induktif tidak menutup kemungkinan juga menggunakan pola deduktif.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembiayaan modal kerja di BRI konvensional dan BRI syari’ah mempunyai persamaan dan perbedaan, yaitu dari keduanya sama-sama berorientasi untuk maraih keuntungan dari pihak lain. Dan untuk perbedaannya, pada bank konvensional melakukan praktek pembungaan, sedangkan pada bank syari’ah menggunakan praktek bagi hasil. Orang yang belum paham bahwa riba itu haram, maka mereka cenderung memilih bank konvensional karena mereka menganggap ba hwa perhitungan pada bank konvensional itu lebih jelas dari pada perhitungan pada bank syari’ah.
Jenis bank dilihat dari cara menentukan harga terbagi menjadi dua macam, yaitu bank yang berdasarkan prinsip konvensional dan bank yang berdasarkan prinsip syariah. Hal utama yang menjadi perbedaan antara kedua jenis bank ini adalah dalam hal penentuan harga baik untuk harga jual maupun harga beli. Dalam bank konvensional penentuan harga selalu berdasarkan kepada bunga, sedangkan dalam bank syariah didasarkan kepada konsep islam yaitu kerjasama dalam skema bagi hasil baik untung maupun rugi.
oleh : fahrurrozi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar